Sosok Anggota DPRD Pada Misteri Dugaan Korupsi Rp 50 Miliar di Bank Intan Jabar Terkuak? Bola Panas Kini di Kejari Garut!

TEMPAT, GARUT – Kasus dugaan korupsi di PT Bank Intan Jabar (BIJ) Garut yang merugikan keuangan negara hingga Rp 50 miliar dan telah menyeret lima orang terdakwa kini dilimpahkan penanganannya dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut. Pelimpahan ini menjadi sorotan setelah adanya permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Gerbang Literasi Masyarakat Perjuangkan Keadilan (GLMPK) terhadap Kejati Jabar.

Praperadilan GLMPK Ungkap Kejanggalan Penanganan Kasus

Sebelumnya, GLMPK mengajukan permohonan Praperadilan di Pengadilan Negeri Bandung Kelas 1A Khusus. Alasan utama pengajuan Praperadilan ini adalah dugaan penghentian penyidikan terhadap lima cabang BIJ Garut oleh penyidik Kejati Jabar, serta tidak pernah diperiksanya anggota DPRD Garut yang diduga menerima aliran dana hasil korupsi.

Berdasarkan salinan Putusan Praperadilan Nomor 12/Pid.Pra/2025/PN Bdg tertanggal 14 Mei 2025, Hakim Praperadilan menyatakan bahwa GLMPK telah menerima surat pemberitahuan perkembangan penanganan perkara. Bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan menunjukkan adanya nota dinas dari tim penyidik Kejati Jabar Bidang Tindak Pidana Khusus tanggal 8 April 2025, serta nota dinas dari Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jabar Nomor: R-212/M.2.5/Fd.2/04/2025 tanggal 17 April 2025, keduanya perihal perkembangan penyelidikan dan penyidikan dugaan korupsi pada 5 cabang BIJ Garut senilai Rp 50 miliar.

Yang menarik, setelah kedua bukti tersebut, muncul bukti T-4, yaitu surat Kejati Jabar Nomor: B-3251/M.2.5/Fd.2/04/2025 tanggal 30 April 2025 yang berisi pelimpahan perkara kepada Kepala Kejaksaan Negeri Garut. Rangkaian bukti ini mengindikasikan bahwa adanya surat dari GLMPK dan permohonan Praperadilan yang diajukan menjadi pemicu dilanjutkannya dan dilimpahkannya penanganan kasus ini.

Praperadilan Prematur, Namun Memicu Respon Kejaksaan

Ketua GLMPK, Bakti, membenarkan bahwa permohonan Praperadilan yang diajukan pihaknya diputus tidak dapat diterima karena dinilai prematur. “Putusannya tidak dapat diterima, karena prematur. Hakim menilai seharusnya mengajukan pengawasan kepada atasan Kejati Jabar bukan melakukan pengawasan secara horizontal melalui Praperadilan,” jelas Bakti.

Namun, Bakti menambahkan, GLMPK sebelumnya telah melayangkan surat permintaan informasi dan pengawasan kepada Kejati Jabar, namun tidak pernah direspon. Oleh karena itu, langkah Praperadilan diambil sebagai upaya agar kasus ini mendapatkan perhatian dan tindak lanjut.

“Terbukti dengan adanya Praperadilan, nota dinas tim penyidik Kejati Jabar, nota dinas dari Aspidsus Jabar semuanya mendasari surat dari GLMPK. Jadi, kalau GLMPK tidak bersurat, mana ada penyidik menindaklanjuti dan melimpahkan penanganan perkaranya ke Kejaksaan Negeri Garut,” tegas Bakti, Minggu (22/6/2025).

GLMPK Akan Terus Kawal Penanganan Kasus

Dengan diterimanya salinan putusan Praperadilan, GLMPK berencana segera mengirimkan surat kepada Kejaksaan Negeri Garut dan Kejaksaan Agung. Langkah ini diambil untuk melakukan kontrol sosial terhadap kasus dugaan korupsi BIJ Garut, guna memastikan penanganan kasus tidak “menguap” begitu saja.

“Jangan sampai menguap di Kejaksaan Negeri Garut seperti kasus dugaan korupsi BOP, Reses dan Pokir DPRD Garut,” pungkas Bakti, khawatir kasus serupa akan bernasib sama.

Pelimpahan kasus ini ke Kejari Garut diharapkan dapat mempercepat penyelesaian dan mengungkap tuntas semua pihak yang terlibat, termasuk dugaan keterlibatan anggota DPRD Garut yang masih menjadi tanda tanya. Masyarakat akan terus menanti bagaimana penanganan kasus besar ini akan bergulir. (Ade)

Tinggalkan Balasan